Balada Oknum Matador (BOM) Surabaya
13 Mei kemarin, kota Surabaya di guncang aksi teror
bom yang dikaitkan sebagai bagian dari kronologi balas dendam atas insiden
kerusuhan napi teroris di rutan Mako Brimob, Depok seperti yang di utarakan oleh
Kepala Polda Jawa Timur yaitu Irjen Machfud Arifin. Tapi apakah sesederhana itu
para teroris mendaulatkan aksinya dengan memilih gereja dan kota Surabaya
sebagai perwujudannya?
Jika kemungkinan penelusuran secara sudut pandang
lokasi, justru kemungkinan ini adalah kode impor dari pengaruh skala yang lebih
luas atau global, yaitu modus eksternal dari perkembangan dunia internasional
juga. Karena bukan secara kebetulan dengan memilih hari dan tanggal tersebut
(13 Mei) yang ternyata bertepatan dengan hari raya Yerusalem untuk memperingati
kemenangan Israel merebut kembali kota bersejarah bangsa mereka dari
tangan-tangan bangsa Arab. Dengan ini, sepertinya adalah sisi lain untuk
mengkumandangkan perlawanan ideologis komunitas radikal di Indonesia yang
melampiaskan kekesalan mereka akan momentum tersebut dengan membombardir tempat
ibadat salah satu dari 3 keyakinan berhubungan erat dengan sisi religius Yerusalem
yang ditentangkan mereka, yaitu Gereja. Sedangkan kota Surabaya sendiri
mewakili sisi heroik mereka dalam memperjuangan gerilya aliran dan filosofi
untuk mempertahankan dan menunjukkan keberadaan mereka seperti pada peristiwa
10 November 1945 di mana menjadi pertaruhan antara kubu fasis kolonial dengan
nasionalis pribumi saling di adu domba untuk dunia menyaksikan kebenaran secara
asumtif.
Secara radikal, agama kembali menjadi pengaruh untuk
membawa bencana bagi perdamaian umat manusia. Hal ini sebagaimana yang sudah mulai
berlangsung dalam sejarah Nusantara di antaranya sejak pertikaian Raja
Kertajaya dari Kerajaan Kediri pada sekitar tahun 1222 Masehi bertentangan
dengan kaum Brahmana diperparah lagi kemudian dengan semakin kuat pengaruh
Islam di Jawa dengan menggunakan kesempatan dari keruntuhan Majapahit dengan Demak
sebagai pelopor melakukan politik pengislaman dengan akhirnya menekan sisi
kebebasan beragama dengan umat Hindu-Budha yang tersisa menyingkir hingga ke
pedalaman dan pegunungan. Sejarah kemudian kembali terulang pada zaman
kerusuhan dan pemberontakan berbasis agama seperti DII/TII kembali mengancam
persatuan ditambah lagi genosida pada terduga partisipan PKI (Partai Komunis
Indonesia) yang sudah dicap bi’dah dan mengadili mereka tanpa kebenaran
yang jelas. Kemudian pembatasan
peribadatan selain umat mayoritas pada era orde baru yang kemudian oleh Gus
Dur, peribadatan menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing antar umat
antar beragama dikembalikan ke tempatnya dalam hak dan kewajiban. Dan akhirnya
sejak Alqaeda mengumandangkan perlawanan terhadap Sekutu, masyarakat radikal
Indonesia kembali mendapat pengaruh mereka untuk ambil bagian dalam memerangi
simbol-simbol Sekutu di Indonesia.
Ironis dan
miris tentunya, agama menjadi tameng para oknum matador untuk mengadu domba
berbagai kepentingan mereka dengan mendalangi berbagai aliran dan pemikiran
untuk saling berseteru. Jika memang sisi lain tersembunyi adalah untuk
memperkarakan status Yerusalem dan Palestina, sudut pandang politik dan agama
macam apakah yang terdoktrinasi pada mereka?
Jika menelisik kembali pada sejarah, Palestina
sendiri bukan bangsa asli yang berasal dari Yerusalem. Dari silsilah keturunan
umat manusia di dunia melalui Nuh dari 3 anaknya yaitu: Sem, Yafet, dan Ham. Bangsa
Palestina berasal dari keturunan Ham yang merupakan anak bungsu Nuh. Dari persebaran
keturunan Ham adalah kemudian suku dari Kaftorim yang berasal dari Kaftor (sekarang
Pulau Creta di Yunani). Mereka datang pada saat perabadan jazirah zaman Oriental
kuno yang mengalami kemajuan oleh para keturunan Sem di pegunungan dan Yafet di
pesisir yang kemudian dikenal sebagai bangsa Phoenicia yang mendiami sepanjang
jazirah sungai Yordan dari Utara (di sini mereka berdampingan dengan bangsa
Syria dan Babylon) yang kemudian hari berkembang menjadi perabadan Sumeria.
Kedatangan bangsa Kaftor ini dari
wilayah asal mereka yang nantinya merupakan cikal-bakal dari perabadan
Ocidental karena tertarik pada kemajuan perabadan mereka yang berdagang selain
ke pemukiman orang Kaftorim di pulau Kaftor itu hingga ke selat Gibraltar. Mereka
pun akhirnya mendatangi langsung dengan kapal menyambangi Asdod, Askelon, dan
Gaza yang menjadi basis pelabuhan perdagangan bangsa Phoenicia. Kemudian
terjadilah sesuatu yang menumbuhkan rasa seperti saat VOC dan kapal dagang
Eropa lainnya saat menyambangi Nusantara, ya... keinginan untuk menguasai.
Dan itu semua diwujudkan dalam serangan akbar mereka
yang termanipulasi ruang dan waktu pada kronologi sejarah sesungguhnya, yaitu
Perang Troy. Dalam perang Troy ini, pada algojo-algojo raksasa Yunani itu berhasil
menguasai daratan Oriental dengan salah satunya adalah orang-orang Kaftor yang
kemudian menduduki wilayah Gaza dan Tepi Barat yang sebelumnya dirintis
perabadannya oleh Melkisedek pada zaman Abraham (Ibrahim). Orang-orang Kaftor
kemudian mengklaim tempat itu dan menamai wilayah yang mereka kuasa sebagai Palestina,
yang berarti tanah Filistin. Seringkali oleh bangsa Israel mereka itu dicaci
maki sebagai “orang-orang yang tidak bersunat”. Hingga pada saat hijrahnya keluarga Yakub dari
Kanaan ke Mesir, bangsa ini pun menduduki wilayah tinggalan Yakub dan bangsa
Israel harus memerangi mereka saat kembali ke Kanaan pada zaman Musa.
Pertikaian pun berlanjut, orang-orang Filistin benar-benar sangai ingin menguasai
seluruh jazirah Israel dan kembali berkonflik pada masa Daud. Maka kesimpulan
dari semua itu, “kun faya kun”... yang terjadi, terjadilah... di mana Nuh
pernah mengingatkan perihal perilaku Ham padanya saat mabuk; “ Terkutuklah
Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina dari saudara-saudaranya”
karena Kanaan adalah salah satu nama anak Ham. Setelah perkataan itu Ham pun
berpisah dengan keluarga besar ayahnya (Nuh) dan mengembara bersama keluarganya
dan di duga membawa lari juga berkas-berkas dan pernak-pernik Nuh dari nenek
moyangnya yang ia selamatkan dari air bah. Dan sejarah pun membuktikan,
keturunan-keturunan Ham mempelajari dan mengamalkan kembali perabadan terlarang
dari zaman Atlantis, seperti Nimrod yang menjadi raja pertama dan membangun
Babylon.
Dengan bertemunya kembali bangsa Israel dan
Palestina di jazirah sungai Yordan dan pesisir Mediterania tidak lebih
menautkan kembali dendam lama yang berkecamuk dengan keyakinan yang juga sama
berbeda dengan awal mereka berseteru. Di awal perabadan bangsa Palestina memuja
Dagon yang merupakan Dewa utama sesembahan bangsa Filistin dengan membangun
kuil di Asdod dan Gaza, kemudian karena tekanan Kekaisaran Ottoman banyak dari
mereka yang menjadi muslim. Mereka berusaha menghindari konflik yang bisa
mendiasporakan mereka keluar dari jazirah Arab seperti saat bangsa Yahudi
melawan kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Ottoman. Dan hadiah kemerdekaan bagi
jazirah Arab sendiri membentuk negara-negara seperti sekarang setelah kejatuhan
kekaisaran Ottoman sesungguhnya adalah awu
anget yang mereka dapat dari pergerakan bangsa Yahudi untuk mendapatkan
kembali tanah terjanji mereka, Israel. Dan yang masih menggelitik soal
Yerusalem Timur yang sangat ngotot dipertahankan secara politis untuk alasan
keamanan atau masalah kepemukiman etnis dan sipil yang cenderung tidak bisa
bersatu karena keyakinan yang radikal. Apakah sesungguhnya alasan keamanan itu
adalah untuk mencegah datangnya Messias melalui gerbang Yerusalem timur yang
kini ditutup dan area sekelilingnya dijadikan tanah pekuburan oleh bangsa Arab
untuk menggagalkan atau menangkal jalur itu dilaluinya?
Agama dan politik dicampur-aduk secara fanatis, pada
akhirnya semua hanya jauh lebih mudah menjadi kritis daripada benar.
Frankincense (Purwokerto, 14 Mei 2018)
Komentar
Posting Komentar