Revolusi Industri Karya Nasional di Yogyakarta (REINKARNASI)



Tahun 2018, yang merupakan tahun pertambahan menghitung hari dalam perjalanan Kabupaten Kulonprogo menata diri sekaligus menanti perwujudan pengoperasian New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang diproses di wilayah Kecamatan Temon sebagai bandar udara internasional Yogyakarta yang baru. Selain mengantikan Bandara Adisucipto untuk salah satunya pada keleluasaan kapasitas yang sudah sulit dikembangkan lagi wilayah perluasannya, juga seharusnya menjadi keleluasaan kapabilitas dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) kawasan sekitar bandara baru NYIA dalam melecut perekonomian daerah yang bersaing secara sehat dan nasionalis. Maka, tidak ada kata lain kecuali kata “revolusi” yang dengan begitu baik mendeskripsikan perubahan-perubahan secara menyeluruh di bidang manufakturing, transportasi, dan industri-industri lainnya yang dalam hampir dasawarsa kedua di milenium kedua tahun masehi ini telah mentransformasi kehidupan modern masyarakat pada umumnya.
Dari berbagai latar belakang sejarah pergerakan Sumber Daya Manusia (SDM) di pedesaan adalah kehilangan para generasi muda dan menengahnya yang sudah menjadi tradisi bahwa untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik adalah meninggalkan desa menuju kota atau dalam istilah kita adalah “merantau”. Ini pun tak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga bagi masyarakat dunia secara global pada umumnya dan menjadi semakin deras emigrasi atau bahkan bedol desa sejak berlangsungnya Revolusi Industri yang dimulai sekitar tahun 1776. Revolusi Industri yang berawal di Inggris Raya, menyebar setelah tahun 1815 ke benua Eropa dan Amerika Serikat, dan sekarang telah semakin menyebar luas ke dunia beradab. Hingga pada akhirnya, ekspansi cepat bangsa-bangsa Eropa ke Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika, sebagian besar merupakan hasil dari Revolusi Industri.
Di Indonesia sendiri pada kisaran waktu yang sama saat Revolusi Industri, Indonesia berada dalam pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811) yang pada masa itu Belanda sedang dikuasai Perancis. Deandels adalah seorang pemuja prinsip-prinsip revolusioner ala Revolusi Perancis dan Napoleon Bonarparte yang saat itu sedang memimpin ekspansi Prancis, adalah idolanya. Ia adalah seorang politikus Belanda, yang merupakan Gubernur-Jendral Hindia Belanda untuk kepulauan Nusantara (Indonesia) yang ke-36. Usahanya dalam membangun Pulau Jawa, salah satunya adalah dengan jalan memberantas ketidakefisienan, penyelewengan, dan korupsi (walaupun dalam hal ini, Deandles sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran dalam penjualan tanah kepada swasta) yang menyelimuti administrasi di pulau tersebut yang mana ia juga dalam rangka mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Dalam tiga tahun masa jabatannya di Indonesia, Deandels telah melakukan banyak pembaharuan di Indonesia. Dan salah satu hasil revolusinya pada jaringan infrastruktur yang masih bisa kita rasakan saat ini di sepanjang pesisir selatan pantai Jawa yang sekarang kita kenang sebagai Jalur Deandels. Dan kini, di salah satu bagian Jalur Deandels itu, di kawasan pesisir pantai selatan wilayah Yogyakarta dan Purworejo akan memperbaharui sejarah wilayah tersebut. Jalur sepi yang sering terabaikan setelah kemerdekaan Indonesia hingga kini, mungkinkah akan kembali termaksimalkan makna dan fungsinya dari amanah penderitaan rakyat di masa kolonial?
Dengan pencanangan pembangunan NYIA ini tentunya menjadi harapan yang telah lama dinantikan pembaharuannya bagi masyarakat kawasan lokasi pembangunan dan juga daerah sekitarnya yang terhubung melalui jalur Deandles. Secara otomatis, khususnya Kulonprogo, akan menjadi potensial untuk kawasan industri pengolahan, perdagangan, dan jasa. Namun bahaya laten yang tidak jua diberantas yang malah bisa semakin mempersulit kehidupan masyarakat yang sudah terpuruk adalah prosesi lintah darat. Hal ini jelas hanya akan kembali mencekik para kaum minoritas rakyat kecil jika momentum proyeksi kawasan industri Kulonprogo malah untuk ajang kekebalan para kapitalis dan hedonis yang bagaikan vampir menghisap darah bangsanya sendiri. Kesenjangan dan pertumbukan ekonomi bisa semakin menjadi, akses rakyat kecil hanya semakin terjerat utang-piutang dengan lintah darat dalam mengikuti perkembangan zaman dan modernisasi industri. Pada akhirnya, dongkrak perekonomian hanya menjadi berat sebelah terkendala ketimpangan Sumber Daya Manusia (SDM) pada ketidakberdayaan rakyat kecil yang malah semakin tergilas.
Maka, selain tata ruang wilayah perindustrian secara sumber daya alamnya juga manajemen pada sumber daya manusianya. Terkait kondisi wilayah secara geografis, wilayah Kulonprogo ini selain mempunyai mayoritas masyarakat nelayan dan petani pesisir pantai, juga mempunyai mayoritas masyarakat petani perbukitan yang ada dilereng barat dan selatan Menoreh. Selain itu juga masyarakat pegawai atau karyawan di perkotaan Wates dan masyarakat Sentolo yang tempat mereka menjadi pemusatan Kawasan Industri di Kulonprogo. Jika kita ambil kesimpulan, maka industri yang sekiranya sejajar menyokong keberlangsungan mayoritas masyarakat Kulonprogo adalah yang banyak berkaitan dengan pertanian dan perikananan. Paling tidak, jika pembangunan NYIA menjadi nilai tambah untuk jangkauan transportasi dan destinasi wisata, kawasan industri yang ditanamkan di Kulonporgo juga seharusnya bisa menjadi nilai tambah bagi kondisi geografis pada pertanian dan perikanan.
Untuk itu dibutuhkan simbiosis mutualisme yang sinkron antara industri modern dan tradisional di kawasan Jalur Deandles dan bandara NYIA Kulonprogo. Sebagaimana pabrik traktor Quick yang sudah dibangun di Kawasan Industri Sentolo, setidaknya dari sisi industri modern ini dapat mendongkrak kinerja dan hasil industri pertanian dan perikanan tradisional mulai dari sekitar Kulonprogo dan Jalur Deandels terdekat. Lalu kemudian yang terpenting dan masih sering menjadi kendala para petani dan nelayan adalah hasil panen yang dipermainkan para oknum. Untuk hal ini, seharusnya industri modern yang menyokong mereka adalah pendukungan branding. Seperti halnya pada Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman yang telah mencoba menerapkan konsep kuota (pemenuhan jumlah kebutuhan), komoditi (jenis produksi yang ditentukan atau memiliki nilai jual baik) hasil panen dan branding (proyeksi pemasaran dengan merek sendiri dari hasil produksi sendiri) untuk menjamin kualitas, kualitas dan kontinuitas beras Sleman.
Demi mensukseskan revolusi industri karya nasional ini sangat perlu disosialisasi dan diarahkan secara merata, baik masyarakat  pesisir, pedesaan, maupun perkotaan dalam mengambil hikmah positif laju pembangunan daerah yang saat ini digalakkan pada Kawasan Industri Sentolo dan Kawasan Transportasi Internasional Temon pada pengadaan NYIA. Dengan itu, setidaknya masyarakat asli sekitar terkait dengan berbagai restorasi pembangunan di lokasi kejadian tidak terjerumus pada permainan harga tanah oleh para provokator dan makelar tanah. Akan sangat ironis dan miris, jika akhirnya mereka harus jatuh lebih dulu dalam peredaran sosialisasi dan transaksi yang menyesatkan, bahkan tanpa perlindungan hukum maupun pengarahan pemerintah setempat yang baik. Dan imbasnya pun akan ke pemerintah juga, jika menjadikan harga tanah sebagai salah satu kendala pembangunan. Dengan begitu, sebenarnya pembangunan dan modernisasi itu untuk kesejahteraan siapa?
Selain penambahan ilmu pengetahuan mengenai perkembangan global, sehakikatnya seperti dalam tujuan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) tahun 2015 adalah pemberdayaan penguatan sisi imajinatif masyarakat untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam menumbuhkan semangat nasionalisme untuk menjadi bagian karya nyata yang khas wilayah mereka sendiri sebagai partisipasi perwujudannya. Di mana selain pada program branding pada hasil pertanian, perkebunan, maupun perikanan, juga setidaknya dapat menampilkan sesuatu yang unik pada penginapan wisata secara tradisional sesuai ciri khas mereka. Sehingga pada saat permintaan besar atas barang maupun jasa kawasan pembaharuan Kulonprogo, pada gilirannya dapat menstimulasi masyarakat produktif Kulonprogo dan sekitarnya menciptakan penemuan-penemuan baru dan karenanya mereka turut menciptakan era penemuan-penemuan besar dalam pengolahan, perdagangan  dan jasa yang bersejarah serta prospektif yang mencerahkan. Kemudian memaksimalkan metode transportasi, sungai Progo maupun Bogowonto dapat lebih diperindah sebagai jaringan wisata air yang dapat saling menghubungkan antar wilayah muara hingga hulu bantaran sungai yang dapat dijangkau sebagai alternatif jalur akses melalui perariran. Selain itu, kesehatan lingkungan juga mesti harus terjaga dari oknum-oknum nakal para perusak alam dan polusi akibat limbah industri.
Dengan pengarahan dan pembenahan pengetahuan dan ketrampilan para penduduk seperti itu, setidaknya pemerintah dapat mengurangi kritisnya kalang-kabut rakyat kecil dalam jumawa persaingan global. Dari berbagai revolusi industri dihasilkan telah dibandingkan dengan pembuluh vena dan arteri yang darah bangsa dari jantung perabadan ibukota ke wilayah-wilayah paling terpencil. Peningkatan fasilitas untuk perjalanan dan komunikasi setidaknya dapat menyebabkan hilangnya prasangka-prasangka lokal dan keterbatasan-keterbatasan primodal atau primitif atas modernisasi. Yang pada intinya, semua dapat saling menikmati satu sama lain hasil dari kerja keras produktivitas dan komsumerisme secara seimbang tanpa kebimbangan rakyat kecil untuk semakin dijerat resah hedonisme. Sehingga karya-karya nasional pun dapat turut berkembang memaksimalkan potensi bersama karya-karya asing, tanpa mereka sendiri malah semakin terasing di tanah airnya. Disamping itu, diharapkan sekarang jauh lebih mudah bagi rakyat setiap wilayah Kulonrpogo dan Jalur Deandels untuk menyadari kepentingan umum mereka daripada ketika mereka hidup terisolasi di komunitas-komunitas pedesaan kecil. Dan keberhasilan akan hal ini secara positif dapat menjadi percontohan dan penerapan bagi wilayah-wilayah tertinggal lainnya di Indonesia yang masih sulit terjangkau akses untuk berevolusi industri karya nasional mereka.

Frankincense (Purwokerto, 27 Maret 2018)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persepsi Introversi (bagian akhir)

CARA MENGEMBALIKAN SMARTPHONE ANDROID KE PENGATURAN AWAL (FACTORY RESET)

PITASAKA – Pitik Tarung Sak Kandang