"Introvertaste"...Rasa Penyendiri
Sejak kecil bahkan hingga saat
tumbuh dewasa, Saya sering bingung dengan diri Saya sendiri. Diri Saya dipenuhi
oleh kontradiksi yang membingungkan. Dalam lingkungan masyarakat pada umumnya
di antara sesuatu yang lain tak kasat membayangi, Saya adalah pribadi yang
aneh. Dimulainya jenjang akademik Saya di awal pun mulai kacau, saat kelas 1 SD
saja nilai-nilai Saya sangat jelek sehingga Saya sampai tidak naik kelas.
Kemudian setelah berhasil naik kelas 2 dan pindah sekolah, nilai-nilai Saya
berangsur membaik. Bahkan pada kali pertama di sekolah baru itu Saya dapat merangkak
ke peringkat 8 hingga 5 besar berturut-turut hingga kelas 5 SD. Bahkan Saya
dipercayai oleh guru saya mewakili lomba IPA tingkat kecamatan dan berhasil
lolos ke tahap selanjutnya. Tapi kondisi berkata lain sebelum Saya melanjutkan
lomba, Saya terjangkit semacam vertigo ditambah pula perut sering terasa melilit dan mulas terkaku-kaku.
Tak jarang pula tengah malam Saya sering terbangun oleh urat-urat yang
meneggang dan menyentakkan kengiluan yang amat sangat sakitnya. Akhirnya sekolah
Saya pun terhenti, hingga tahun berikutnya Saya masuk sekolah kembali dan
berhasil memperbaiki serta meraih peringkat 1 dan mengikuti berbagai lomba
mewakili sekolah.
Terkadang Saya pun begitu hidup dan
banyak bicara, melontarkan komentar-komentar yang pintar dan berwawasan.
Kenyataannya, jika Saya sedang berbicara tentang suatu hal yang Saya ketahui,
Saya akan berbicara terus tanpa henti. Di saat lain, Saya ingin berbicara,
namun tidak bisa karena pikiran Saya benar-benar kosong. Atau ketika Saya telah
memikirkan sesuatu untuk di sampaikan di dalam kelas maupun di suatu forum dan
mengangkat tangan, entah kenapa bersemangat karena dengan berpartisipasi dalam
kelas atau forum Saya dapat meningkatkan dan memastikan inteletualitas yang
telah didapat. Tetapi ketika Guru atau pembicara forum memanggil nama Saya,
semua yang telah Saya pikirkan dengan keras terkadang hilang begitu saja. Layar
di dalam kepala Saya seakan memudar padam dan menjadi gelap. Ketika itu
terjadi, rasanya Saya ingin menyeruak dan pergi.
Kemudian ada saat ketika ucapan Saya
tidak jelas dan terputus-putus, sehingga Saya tidak terdengar secerdas yang
seharusnya. Saya telah mengembangkan banyak teknik kala itu untuk mengatasi
berbagai keganjilan yang muncul. Saya tidak dapat mempercayai diri Saya
sendiri, Saya pun terkadang tidak bisa menebak bagaimana Saya akan bertindak.
Hal lain yang lebih membingungkan Saya lagi adalah, ketika Saya sedang
mengekspresikan diri Saya, banyak orang sering berkata bahwa Saya mampu
berbicara dengan baik dan jelas. Tetapi di lain waktu, teman-teman Saya
memperlakukan Saya seperti seseorang yang cacat mental. Saya tidak merasa diri
Saya bodoh, tetapi Saya juga tidak merasa sangat cerdas.
Cara otak Saya bekerja benar-benar
membuat Saya bingung. Saya tidak tahu, mengapa Saya bisa memikirkan begitu
banyak komentar mengenai suatu hal. Ketika Saya memberikan pendapat mengenai
sesuatu yang sudah lewat, para Guru dan teman-teman Saya baik di sekolah,
tempat kerja, ataupun di lingkungan masyarakat akan bertanya, dengan nada
sedikit risih, mengapa Saya tidak memberikan pendapat Saya itu sebelumnya.
Mereka menganggap bahwa Saya sengaja menyimpan pikiran dan perasaan. Saya
merasa pikiran Saya seperti anak yang hilang di Mall kemudian didapati di ruang
informasi.
Ketika Saya beranjak dewasa, Saya
mulai menganggap diri Saya seperti siluman, berlari tanpa suara dan tidak
terlihat. Acapkali Saya berkata sesuatu, namun tidak ada seorang pun yang
merespon perkataan Saya. Beberapa saat kemudian ada orang lain yang berkata
serupa dan orang itu akan direspon. Ketika itu, Saya berpikir bahwa mungkin ada
yang salah dengan cara Saya menyampaikan pendapat. Di saat yang lain, ketika
orang mendengar Saya bicara mereka akan memandang Saya heran atau bahkan
mengacuhkan sama sekali. Demikian pula saat membaca sesuatu yang Saya tulis, orang akan memandang Saya dan
terpana. Hal tersebut sering kali terjadi, sehingga Saya sudah terbiasa dengan
“pandangan” mereka itu. Pandangan itu seperti berkata, benar kamu yang menulis
ini? Perasaan Saya campur-aduk terhadap reaksi tersebut. Saya senang diakui,
tetapi Saya juga tidak mampu menerima perhatian sebesar itu.
Bersosialisasi juga menjadi
pengalaman yang membingungkan. Saya senang bergaul, dan orang-orang mungkin
senang atau mungkin juga terpaksa bergaul dengan Saya. Tetapi seringkali Saya
pun menjadi gundah untuk pergi bergaul. Saya sering kebingungan apakah Saya
harus pergi menghadiri sebuah acara atau tidak. Dulu hingga sekarang Saya
menyimpulkan bahwa Saya adalah orang yang tidak dapat bersosialisasi. Terkadang
Saya merasa canggung dan tidak nyaman dengan diri Saya, dan terkadang Saya
merasa baik-baik saja. Bahkan saat Saya sedang dalam suasana huru-hara, Saya
akan menatap pintu keluar dan terlempar pikiran dan pandangan di tempat lain,
terkadang seakan ingin menyepi.
Sumber derita dan frustasi Saya yang
lain adalah tingkat energi Saya yang sangat rendah. Saya menjadi mudah sekali
lelah. Saya tidak pun stamina seperti teman-teman dan keluarga Saya yang lain.
Ketika Saya sedang lelah, Saya berjalan, makan, dan bicara dengan sangat pelan
dan terbata-bata. Di sisi lain, jika saya telah beristirahat akan tidak
terkontaminasi jenuhnya, Saya mampu berbicara dengan sangat cepat, beralih dari
satu pemikiran ke pemikiran lain seperti kilat, sampai orang-orang di sekitar
Saya kewalahan mendengarnya. Kenyataannya, beberapa orang mengira Saya
mempunyai banyak energi. Percayalah, Saya tidak pernah (dan tidak akan pernah)
punya energi sebanyak itu.
Walaupun Saya lamban, tetapi Saya
tetap maju sampai Saya bisa mencapai banyak hal yang paling Saya inginkan dalam
hidup, terkecuali saat bayangan itu merongrongkan kuasanya. Saya butuh waktu
bertahun-tahun untuk menyadari bahwa semua kontradiksi membingungkan yang Saya
miliki itu sebenarnya masih ada yang masuk akal. Saya adalah seorang introvert
normal yang diabnormalkan. Ketika Saya akhirnya mengetahui hal tersebut melalui
buku yang Saya baca, Saya merasa sedikit lega. Tetapi tidak sepenuhnya, karena
bayangan itu terus mengintai dan mengancam...
Maka dari itu, dari apa yang Saya
ketahui ini akan Saya coba share-kan
dan Anda orang yang beruntung membaca tulisan ini terutama pada Anda yang memiliki
kesamaan permasalahannya. Mari Kita simak, dan tenangkanlah diri Anda dari
segala intervensi yang ada sedang mempengaruhi atau menghakimi Anda...
Mengapa Kaum Introvert Tidak Seperti Kelihatannya?
Banyak asumsi publik yang
beranggapan bahwa Ekstrovert adalah sesuatu yang “baik” dan Introvert ada
sesuatu yang “buruk”. Karenanya, Saya pernah begitu menginginkan kualitas-kualitas
ekstovert untuk ada dalam diri Saya, tetapi tidak kunjung jua bisa
·
Kenapa
Saya tidak merasa bersemangat di lingkungan yang membuat orang lain
bersemangat?
·
Mengapa
Saya merasa sesak napas ketika Saya mengikuti kegiatan di luar?
·
Mengapa
Saya seperti ikan yang dikeluarkan dari akuariumnya?
Kebudayaan Kita lebih menghargai
kualitas yang di miliki oleh para Ekstrover. Di berbagai negara yang dibangun
atas prinsip individualisme dan kebebasan rakyatnya untuk mengungkapkan
pendapat, seperti Amerika misalnya, masyarakatnya lebih menghargai aspek
tindakan, kecepatan, kompetisi, dan dorongan. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan mengapa banyak orang yang bersifat sangat defensif terhadap
introversi. Kita hidup di dalam sebuah budaya yang memberi kesan negatif
terhadap perenungan dan kesendirian. “Bergaulah di luar sana” dan “lakukan
sajalah” adalah idealisme Kita.
Psikolog sosial Dr. David Myers
mengklaim bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang dapat diraih dengan memiliki 3
karakteristik yaitu percaya diri, optimis, dan ekstroversi. Dr. David Myers
melandaskan kesimpulan yang ia raih berdasarkan penelitiannya yang
“membuktikan” bahwa orang yang ekstrovert “lebih bahagia”. Lantas ketika
ekstoversi diterima begitu saja sebagai sebuah hasil alami dari sebuah
pengembangan diri yang baik, introversi menjadi sebaliknya sebagai “hasil yang
buruk”. Entah mengapa kaum Introvert gagal untuk mencapai sosialisasi yang
layak. Mereka telah divonis dengan ketidakbahagiaan dan kesendirian.
Maka lain lagi dengan Otto Kroeger
dan Janet Thuesen yang mengkhawatirkan kaum Introvert. “Kaum Intorvert kalah
jumlah dengan Ekstrovert, tiga banding satu”. Karena dari data yang
dikumpulkan, 75% orang-orang di dunia ini berisi orang Ekstrovert. Sebagai
hasilnya, mereka harus mengembangkan kemampuan bertahan hidup yang lebih,
karena akan ada tekanan dalam jumlah yang tidak biasa bagi mereka agar mereka
bisa bertingkah laku seperti orang kebanyakan pada umumnya. Kaum Introvert
ditekan setiap harinya, dari saat mereka menjadi seorang introvert, untuk
merespon dan menyesuaikan diri dengan
dunia luar.
Pengertian
Introvert
Introvert pada dasarnya adalah
suatu jenis temperamen. Seorang introvert tidaklah sama dengan seorang pemalu
atau seorang yang mempunyai kepribadian menutup diri, dan introvert bukanlah
suatu penyakit. Introvert bukanlah sesuatu yang dapat Anda ubah, tetapi Anda
dapat belajar untuk menerima Introversi, bukan melawannya. Karakteristik
terkuat yang membedakan kaum Introvert adalah sumber kekuatan mereka: kaum
introvert mendapatkan tenaga dari dunia yang berisi ide, emosi, dan pengalaman
milik mereka sendiri. Kaum Introvert merupakan penyimpan energi. Mereka bisa
menerima terlalu banyak stimulus dari dunia luar dengan mudahnya, yang
mengakibatkan mereka merasakan suatu perasaan tidak nyaman dan “sesak”.
Perasaan itu bisa berupa kegelisahan atau kebuntuan pikiran. Bila terjadi
demikian, mereka perlu membatasi kegiatan sosial mereka agar tidak kehabisan
tenaga. Akan tetapi, kaum Introvert juga perlu menyeimbangkan waktu mereka
untuk menyendiri dengan waktu mereka untuk tidak bergaul di luar, kalau tidak mereka
akan kehilangan hubungan dan perspektif dari dunia luar. Kaum Introvert yang
mampu menyeimbangkan energi mereka mempunyai ketekunan dan kemampuan untuk
berpikir secara mandiri. Mereka mampu berkonsentrasi penuh dan mengeluarkan
kreatifitasnya.
Kebanyakan Introvert tidak akan
merasa bahwa mereka menguasai suatu subjek sampai mereka benar-benar menguasai
subjek tersebut secara menyeluruh. Ada tiga alasan untuk itu. Pertama, kaum
introvert mampu membayangkan luasnya subjek apapun. Kedua, mereka pernah
mengalami kebuntuan pikiran, sehingga untuk menghindari saat-saat pikiran
mereka kosong, mereka cenderung mempersiapkan diri dengan mengumpulkan terlalu
banyak informasi. Ketiga, karena kaum Introvert seringkali tidak mengutarakan
apa yang sedang mereka pikirkan, mereka tidak menerima umpan balik apapun yang
bisa digunakan untuk membantu mereka menyadari berapa banyak informasi yang
sudah mereka ketahui.
Walaupun mereka tidak dipilih secara
spesifik dari kriteria karier, ternyata ada beberapa introvert yang telah
mempelajari cara menempatkan diri dalam posisi orang lain dan berkomunikasi
dengan orang banyak. Mereka ini adalah sekelompok orang yang di sebut oleh Dr.
Elaine Aron sebagai “ Kelas Penasihat ”. Mereka bekerja sendiri, bertugas
mengambil keputusan sulit, dan adalah pekerja yang kreatif, imajinatif, cerdas,
dan bijaksana. Mereka adalah para pengamat. Pekerjaan mereka seringkali
berhubungan dengan memengaruhi banyak orang dan mereka mempunyai keberanian dan
perspektif untuk mengutarakan kebijakan-kebijakan yang tidak populer.
Kelas lain yaitu “Kelas Pejuang”,
adalah mereka yang mengambil tindakan nyata. Mereka membutuhkan saran dari para
penasihat, dan para penasihat membutuhkan para pejuang untuk mengambil tindakan
dan melaksanakan perintah. Banyak ahli teori berpendapat bahwa hal itulah yang
menjadi sebab mengapa hanya ada 25% dari populasi dunia yang merupakan Kaum Introvert.
Karena dunia ini membutuhkan lebih sedikit Introvert daripada Ektrovert.
Tetapi masih banyak dan disayangkan,
bagaimana Kaum Introvert selalu mengkritik diri mereka sendiri karena memiliki
kualitas seorang Introver, khususnya jika mereka tidak tahu bila mereka
sebenarnya memiliki temperamen Introvert. Mereka kebingungan mengapa mereka merasa
tidak dihargai dan tidak terlihat oleh orang lain. Karenanya Kaum Introvert
cenderung merasa seperti ada yang salah dengan dirinya, mereka kemudian mencari
“cara yang benar” untuk melakukan sesuatu. Meskipun Kita hidup dalam Dunia
Ekstrover, cara yang benar tidaklah selalu benar untuk para Introver.
Perbedaan
Mendasar Introvert dan Ektrovert
Introversi dan ekstroversi
diibaratkan masing-masing adalah sebagai kutub dari sebuah rangkaian energi.
Posisi Kita pada kutu-kutub itulah yang memprediksi cara Kita memperoleh
energi. Orang yang berada pada kutub Introvert akan berkonsentrasi ke dalam
dirinya untuk memperoleh energi. Sedangkan, orang yang berada pada kutub
Ektrovert akan berkonsentrasi keluar dirinya untuk memperoleh energi. Perbedaan
mendasar dalam konsentrasi tersebut dapat dilihat dalam setiap hal yang
masing-masing Kita lakukan. Penekanan pada setiap aspek positif dari setiap
temperamen bahwa berada pada kutub manapun, itu adalah sesuatu yang baik, hanya
saja berbeda.
Demikian halnya dengan Carl Jung,
seorang analisis psikologi yang berpendapat bahwa Introversi dan Ekstroversi
seperti dua senyawa kimia: Jika mereka dicampurkan, masing-masing dapat
mengubah yang lainnya. Dia juga melihat
hal tersebut sebagai cara yang disediakan oleh alam, agar Kita dapat menghargai
kualitas-kualitas manusia yang saling melengkapi. Konsep tersebut tentu tidak
berlaku untuk semua orang. Kaum Ekstrovet mempunyai banyak daya tarik. Mereka
adalah penyeimbang yang sempurna bagi Kita, Kaum Introvert. Mereka membantu
Kita untuk pergi keluar dan bersenang-senang. Sebaliknya, Kita membantu mereka
untuk menahan diri dan memperlambat laju aktifitas mereka.
Sementara itu, karakter-karakter Ekstrovert
apakah yang paling menonjol? Kaum Ekstrovert merasa tenaganya diisi oleh dunia
luar: oleh kegiatan orang, tempat, dan benda. Kaum Ekstrovert merupakan
pengguna energi. Mereka akan merasa kurang stimulus saat mereka berada di satu
tempat untuk waktu yang lama, merenungkan sesuatu dengan mendalam, ketika
sendirian atau hanya ditemani satu orang saja. Akan tetapi kaum Ektrovert perlu
menyeimbangkan waktu yang mereka gunakan untuk berkegiatan dengan waktu yang mereka
gunakan untuk tidak berkegiatan, atau mereka akan merasa kewalahan karena
terlalu banyaknya kegiatan yang menyita pikiran dan tenaga mereka. Kaum
Ekstrovert menawarkan banyak hal bagi masyarakat. Mereka bisa mengekspresikan
diri dengan mudahnya, mereka berkonsentrasi pada hasil yang akan dicapai, dan
mereka menikmati keramaian dan kegiatan.
Kaum Introvert bagaikan baterai isi
ulang. Mereka perlu berhenti sejenak untuk mengisi ulang tenaganya. Itulah
gunanya lingkungan dengan sedikit stimulus bagi Kaum Introvert. Lingkungan
tersebut membantu mereka untuk mengisi ulang tenaga dan merupakan ceruk alamiah
Kaum Introvert. Di ujung kutub lainnya, Kaum Ekstrovert layaknya sebuah panel
surya. Bagi Kaum Ekstrovert, sendirian, atau duduk diam seperti membaca tanpa
mengerjakan sesuatu, terdengar seperti hidup di bawah awan hitam yang sangat
besar. Panel surya membutuhkan matahari untuk mengisi ulang energi. Kaum
Ekstrovert perlu berada di luar dan berkegiatan untuk mengisi energi mereka.
Sama seperti Introversi, Ekstroversi adalah suatu temperamen yang telah
terprogram dalam diri seseorang. Ektroversi tidak dapat diubah pula. Dan Anda,
Kaum Introvert, dapat belajar untuk menerima Ekstroversi, bukan melawannya.
Ketika Saya mulai mendapatkan
pengetahuan tentang keuntungan dan kelemahan seorang introvert ini, rasa rendah
diri Saya masih juga belum berkurang...waduh...kepriben
kiye...Okeh lah kalo begitu, lanjut baen ya...Ketika Saya mempelajari rasio
Ekstrovert dan Introvert ---tiga banding
satu--- Saya menyadari bahwa Saya hidup di dalam sebuah dunia yang sengaja
disusun untuk para Ekstrover. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan mengapa
Saya selalu merasa seperti sendirian dalam menghadapi dunia ini. Ternyata
selama ini Saya hidup di dalam dunia Kaum Ekstrovert!!! Saya juga mulai
menyadari alasan mengapa Saya sangat
enggan menghadiri berbagai acara Besar yang harus Saya hadari. Saya paham
mengapa Saya jarang sekali berbicara dalam diskusi kelompok, dan mengapa
pikiran Saya sering sekali buyar ketika Saya berada di dalam ruangan yang
dipenuhi banyak orang.
Saya rasa, kehidupan yang semacam
ini perlu diseimbangkan sedikit. Kaum Ektrovert telah mendapatkan semua kesan
yang baik. Sudah waktunya bagi kaum Introvert untuk menyadari betapa unik dan
spesialnya mereka. Dunia ini akan penuh dengan perpindahan budaya menuju
persetujuan akan introversi. Menjadi seorang Introvert di dunia yang
disesuaikan untuk kaum Ekstorvert ternyata mempengaruhi semua aspek kehidupan
orang tersebut. Tidak mengapa jika Kita berhenti mencoba menjadi sama dengan
orang lain dan “menyesuaikan” diri. Kita perlu menghargai diri Kita sendiri
sebagaimana adanya.
Yogyakarta, 16
Mei 2017
Komentar
Posting Komentar