Destinasi Candi Setengah Jadi
Siang
yang cukup terik sekitar pukul 10. 15 WIB ketika saya mulai melakukan
perjalanan ke Candi Kalasan dengan bersepeda ria. Sebelumnya saya menemukan
sebuah patung kereta kuda yang gagah dan unik di jalan raya Solo yang merupakan
jalan utama penghubung sisi timur Yogyakarta menuju ke Solo. Tepat di depan rumah
makan kompleks perumahan Grand Cupuwatu dan berseberangan dengan SPBU
Kalitirto. Diamati sejenak... serasa menuansa kembali pada masa transportasi
kuno yang menjadikan kuda sebagai alat transportasi vital di abad pertengahan.
Selain kuat, kuda juga merupakan hewan multifungsi dalam dayaguna di berbagai
bidang pada masa itu untuk alat transportasi jarak jauh maupun jarak dekat, armada
peperangan, perdagangan, hingga sebagai petarung dalam olahraga pacuan. Sungguh
luar biasa hewan yang satu ini, bahkan dalam dunia permesinan pun menggunakan
tenaga kuda sebagai satuan kekuatannya. Mungkin itu seperti mengingatkan para
pengendara transportasi modern di jalan raya maupun di SPBU untuk sekedar
bernostalgia pada zaman nenek moyang. Yah... tapi lama-lama saya jadi kepanasan
juga terpekur memotret dan mengamatinya...okeh, saya akan melanjutkan
perjalanan...sebelum sinar matahari semakin memanggang saya.
Akhirnya, saya sampai juga di
kompleks Candi Kalasan setelah sedikit memasuki jalan kecil di seberang
tenggara kantor Kecamatan Kalasan. Di
sebelah kiri depan bersebrangan dengan gerbang masuk candi terdapat gazebo yang
sederhana sebagai tempat pembelian tiket masuk. Harganya pun cukup terjangkau,
dengan lima ribu rupiah sudah bisa menikmati destinasi candi tertua di
Yogyakarta ini.Candi yang bercorak Budha tersebut terletak di Dusun Kalibening,
Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Candi ini berkaitan dengan prasasti batu yang terdapat dengan
bahasa Sansekerta berhuruf Pranagari tahun 778 Masehi. Prasasti ini menyebutkan
tentang diperingatinya jasa Maharaja Tejapurana Panangkaran membangun kuil bagi
Dewi Tara serta memuat arca dewi yang ditahtakan di dalam kuil tersebut yang
bernama Tarabhawana yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan.
Salah satu Prasasti pada Candi
Kalasan juga menyebutkan tentang pendirian asrama bagi para pendeta dengan
menghibahkan desa Kalasan kepada para Sangha. Kuil Dewi Tara dan asrama ini
pada masanya disebut Wihara. Penyebutan asrama bagi para Sangha sesuai prasasti
yang sering dikaitkan dengan Candi Sari yang agak terpisah dari area Candi
Kalasan (500 meter sisi timur laut Candi Kalasan). Berdasarkan penelitian
terhadap struktur bangunan, diketahui bangunan ini adalah bangunan ketiga tahun
700 Saka dalam prasasti tentu bukan bangunan candi yang berdiri saat ini,
melainkan bangunan yang sudah ditutup oleh bangunan yang baru.
Seni hias pada Candi Kalasan punya
ciri khas, yakni berupa pola hias sulur gelung yang ditempatkan secara vertikal
pada tubuh candi hingga bisa memberikan kesan tinggi pada bangunan. Relief pada
tubuh candi dipahat secara halus yang
kemudian dilapisi dengan lapisan Bajralepa, yakni semacam semen pelapisan luar
bangunan. Bajralepa terlihat hingga 3 lapis yang bertumpuk. Lapisan Bajralepa
tersusun dari pasir Kwarsa (30%), Kalsit (40%), Kalkopirit (25%), serta Lempung
atau tanah liat (5%). Keunikan lain Candi Kalasan adalah dijumpai batu Monolit
di tangga pintu masuk sisi timur yang
sering disebut sebagai Moonstone (Batu Bulan).
Candi Kalasan, merupakan komplek
bangunan yang dikelilingi 52 stepa. Saat ini sisa bangunan Candi Kalasan seluas
24 meter. Bangunan pada tubuh candi pada Batur 1 meter, Kaki Candi 3 meter,
Tubuh 13 meter dan Atap Candi 7 meter. Tubuh Candi Kalasan berdenah bujur
sangkar 16,5m x 16,5m. Disetiap bangunan Candi Kalasan terdapat pintu dengan
tangga, sedangkan sisi timur sebagai pintu utama menuju bilik utama yang dahulu
terdapat sebuah arca yang cukup besar yang diketahui dari dudukan arca yang
sangat besar. Tahun 1939-1940an, Candi Kalasan dipugar. Diantaranya yakni
memasang kembali batu-batu atap serta melakukan konsolidasi pintu masuk sisi
selatan yang rusak. Secara keseluruhan Candi Kalasan belum pernah dipugar total
seperti candi-candi yang lain.
Kondisi lainya pun cukup
memprihatinkan dan membahayakan pengunjung jika menilik ke arah dalam atau sisi
tengah candi tersebut. Ruang dalam candi tersebut tidak dapat di masuki dikarenakan
risiko keruntuhan yang ada, serta masih belum sempurnanya susunan arsitektur
candi yang sebenarnya. Sehingga masih banyak pula bagian-bagian batu candi yang
teronggok rapi di sisi selatan, barat, dan utara candi yang belum menemukan
jodohnya. Pihak pengelola pun mensinyalir bahwa masih ada keterbatasan data
sejarah dan sumber daya manusia yang dapat mengetahui secara pasti asal mula
susunan arsitektur yang sebenarnya setelah hancur karena faktor alam. Selama
ini dari pihak pengelola maupun para peneliti terkait seperti arkeolog,
sejarawan dan pihak-pihak lain belum dapat menemukan solusi yang tepat untuk
keberlangsungan arsitektur murni Candi Kalasan ini.
Tengah hari pun semakin menyayatkan
panasnya, tapi itu menjadi sedikit terobati saat mendapati serombongan
muda-mudi dari SMP N 1 Kalasan di sisi utara candi sedang asyik menjajal kostum
dan berfoto ria untuk mendapatkan memorial indah di album kenangan almamater
mereka sebelum berpencar melanjutkan jenjang studi ke SMA pilihan mereka
masing-masing. Wow...sungguh kejutan yang menarik , di mana hal terkait sejarah
ataupun kekunoan budaya tidak banyak digandrungi oleh anak-anak muda zaman
sekarang yang lebih condong pada naturalisasi budaya barat yang sudah menglobal
dalam kemoderenan yang ada hingga saat ini. “Gengsi” pun akan menjadi kata yang
sering menghiasi alasan para remaja dalam menghindari corak kebudayaan masa
lalu.
Tapi hal ini tidak didapati oleh
para murid SMP N 1 Kalasan tersebut, mereka tampak antusias sekali menikmati
berbagai model dan gaya mereka dalam mengabadikan potret berlatar belakang
situs kuno. Bahkan beberapa dari mereka yang saya temui sedang nangkring di
atas bagian sebelah utara mengatakan, bahwa selain dekat dengan sekolah, tempat
yang mereka abadikan ini juga sebagai simbolis yang ingin mereka jadikan.
Simbolis yang dimaksud adalah ketahanan dan kekokohan yang ada pada candi
diharapkan dapat tertanam pada mereka agar menjadi awet pertemanan yang sudah
mereka jalin selama dua tahun terakhir tidak berakhir sampai di situ saja dan termakan usia setelah berpisah nantinya di
kelulusan. Siiippp dahhh....dua jempol buat kalian....Sayonara.
Komentar
Posting Komentar